METODE DAN TEKNIK SUPERVISI AKADEMIK |
Apa dan bagaimana Metode dan teknik Supervisi Akademik? Tugas pengawas satuan
pendidikan mencakup pengawasan
atau supervisi administrasi dan pengelolaan (manajerial) sekolah sekaligus
supervisi akademik atau pembelajaran. Karena fokus kedua hal tersebut berbeda,
maka metode dan teknik yang dipergunakan tentu berbeda pula. Berikut ini akan
diuraikan tentang metode dan teknisk supervisi Akademik.
Supervisi akademik ditujukan untuk membantu
guru meningkatkan pembelajaran, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
belajar siswa. Sesuai dengan tujuannya tersebut maka istilah yang sering
digunakan adalah supervisi pengajaran (instructional supervision).
Terdapat beberapa metode dan teknik
supervisi yang dapat dilakukan pengawas. Metode-metode tersebut dibedakan
antara yang bersifat individual dan kelompok. Pada setiap metode supervisi
tentunya terdapat kekuatan dan kelamahan.
Ada
bermacam-macam teknik supervisi akademik dalam upaya pembi- naan kemampuan
guru. Dalam hal ini meliputi pertemuan staf, kunjungan supervisi, buletin
profesional, perpustakaan profesional, laboratorium kuriku- lum, penilaian
guru, demonstrasi pembelajaran, pengembangan kurikulum, pengambangan petunjuk
pembelajaran, darmawisata, lokakarya, kunjungan antarkelas, bacaan profesional,
dan survei masyarakat-sekolah. Sedangkan menurut Gwyn, teknik-teknik supervisi
itu bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu. teknik supervisi
individual, danteknik supervisi kelompok.
1. Teknik
Supervisi Individual
Teknik supervisi individual di sini adalah
pelaksanaan supervisi yang diberikan kepada guru tertentu yang mempunyai
masalah khusus dan bersifat perorangan. Supervisor di sini hanya berhadapan
dengan seorang guru yang dipandang memiliki persoalan tertentu. Teknik-teknik
supervisi yang dikelompokkan sebagai teknik individual meliputi: kunjungan
kelas, observasi kelas, pertemuan individual, kunjungan antarkelas, dan menilai
diri sendiri. Berikut ini dijelaskan pengertian-pengertian dasarnya secara
singkat satu persatu.
a. Kunjungan
Kelas
Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru
oleh kepala sekolah, pengawas, dan pembina lainnya dalam rangka mengamati
pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperoleh data yang diperlukan
dalam rangka pembinaan guru. Tujuan kunjungan ini adalah semata-mata untuk
menolong guru dalam mengatasi kesulitan atau masalah mereka di dalam kelas.
Melalui kunjungan kelas, guru-guru dibantu melihat dengan jelas masalah-masalah
yang mereka alami. Menganalisisnya secara kritis dan mendorong mereka untuk
menemukan alternatif pemecahannya. Kunjungan kelas ini bisa dilaksanakan dengan
pemberitahuan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dan bisa juga atas
dasar undangan dari guru itu sendiri.
Ada empat tahap kunjungan kelas. Pertama,
tahap persiapan. Pada tahap ini, supervisor merencanakan waktu, sasaran, dan
cara mengobservasi selama kunjungan kelas. Kedua, tahap pengamatan selama
kunjungan. Pada tahap ini, supervisor mengamati jalannya proses pembelajaran
berlangsung. Ketiga, tahap akhir kunjungan.
Pada tahap ini, supervisor bersama guru mengadakan perjanjian untuk
membicarakan hasil-hasil observasi, sedangkan tahap terakhir adalah tahap
tindak lanjut. Ada beberapa kriteria kunjungan kelas yang baik, yaitu: (1)
memiliki tujuan-tujuan tertentu; (2) mengungkapkan aspek-aspek yang dapat
memperbaiki kemampuan guru; (3) menggunakan instrumen observasi tertentu untuk
mendapatkan daya yang obyektif; (4) terjadi interaksi antara pembina dan yang
dibina sehingga menimbulkan sikap saling pengertian; (5) pelaksanaan kunjungan
kelas tidak menganggu proses belajar mengajar; (6) pelaksanaannya diikuti
dengan program tindak lanjut
b. Observasi Kelas
Observasi kelas secara sederhana bisa
diartikan melihat dan memperhatikan secara teliti terhadap gejala yang nampak. Observasi kelas adalah teknik
observasi yang dilakukan oleh supervisor terhadap proses pembelajaran yang
sedang berlangsung. Tujuannya adalah untuk memperoleh data seobyektif mungkin
mengenai aspek-aspek dalam situasi belajar mengajar, kesulitan-kesulitan yang
dihadapi oleh guru dalam usaha memperbaiki proses belajar mengajar. Secara
umum, aspek-aspek yang diamati selama proses pembelajaran yang sedang
berlangsung adalah:
1)
usaha-usaha dan aktivitas guru-siswa dalam proses
pembelajaran
2)
cara penggunaan media pengajaran
3) reaksi
mental para siswa dalam proses belajar mengajar
4)
keadaan media pengajaran yang dipakai dari segi
materialnya.
Pelaksanaan observasi kelas ini melalui beberapa tahap, yaitu: (1) persiapan observasi kelas; (2) pelaksanaan observasi kelas; (3) penutupan pelaksanaan observasi kelas; (4) penilaian hasil observasi; dan (5) tindak lanjut. Dalam melaksanakan observasi kelas ini, sebaiknya supervisor menggunakan instrumen observasi tertentu, antara lain berupa evaluative check-list, activity check-list.
c. Pertemuan Individual
Pertemuan individual
adalah satu pertemuan, percakapan, dialog, dan tukar pikiran antara pembina
atau supervisor guru, guru dengan guru, mengenai usaha
meningkatkan kemampuan profesional guru. Tujuannya adalah: (1) memberikan
kemungkinan pertumbuhan jabatan guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi;
(2) mengembangkan hal mengajar yang lebih baik; (3) memperbaiki segala
kelemahan dan kekurangan pada diri guru; dan (4) menghilangkan atau menghindari
segala prasangka yang bukan-bukan.
Swearingen (1961) mengklasifikasi jenis
percakapan individual ini menjadi empat macam sebagai berikut
a.
classroom-conference, yaitu percakapan individual yang
dilaksanakan di dalam kelas ketika murid-murid sedang meninggalkan kelas
(istirahat).
b.
office-conference. Yaitu percakapan individual yang
dilaksanakan di ruang kepala sekolah atau ruang guru, di mana sudah dilengkapi
dengan alat-alat bantu yang dapat digunakan untuk memberikan penjelasan pada
guru.
c.
causal-conference.
Yaitu percakapan individual yang bersifat informal, yang dilaksanakan secara
kebetulan bertemu dengan guru
d.
observational
visitation. Yaitu percakapan individual yang dilak- sanakan setelah
supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas
Dalam percakapan individual ini supervisor
harus berusaha mengem- bangkan segi-segi positif guru, mendorong guru mengatasi
kesulitan-kesulitannya, dan memberikan pengarahan, hal-hal yang masih meragukan
sehingga terjadi kesepakatan konsep tentang situasi pembelajaran yang sedang
dihadapi.
d.
Kunjungan Antar Kelas
Kunjungan antarkelas dapat juga digolongkan
sebagai teknik supervisi secara perorangan. Guru dari yang satu berkunjung ke
kelas yang lain dalam lingkungan sekolah itu sendiri. Dengan adanya kunjungan
antarkelas ini, guru akan memperoleh pengalaman baru dari teman sejawatnya
mengenai pelaksanaan proses pembelajaran pengelolaan kelas, dan sebagainya.
Agar kunjungan antarkelas ini betul-betul
bermanfaat bagi pengem- bangan kemampuan guru, maka sebelumnya harus
direncanakan dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh supervisor apabila menggunakan teknik ini dalam melaksanakan supervisi
bagi guru-guru.
a.
Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi dengan
sebaik-baiknya. Upayakan mencari guru yang memang mampu memberikan pengalaman
baru bagi guru-guru yang akan mengunjungi.
b.
Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi.
c.
Sediakan segala fasilitas yang diperlukan dalam kunjungan
kelas.
d.
Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan cermat.
Amatilah apa-apa yang ditampilkan secara cermat, dan mencatatnya pada
format-format tertentu.
e.
Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antarkelas
selesai. Misalnya dalam bentuk percakapan pribadi, penegasan, dan pemberian
tugas-tugas tertentu.
f.
Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru
bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi dan kondisi yang dihadapi.
g.
Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan kunjungan
antar kelas berikutnya.
e. Menilai Diri
Sendiri
Menilai diri sendiri merupakan satu teknik
individual dalam supervisi pendidikan. Penilaian diri sendiri merupakan satu
teknik pengembangan profesional guru (Sutton, 1989). Penilaian diri sendiri
memberikan informasi secara obyektif kepada guru tentang peranannya di kelas
dan memberikan kesempatan kepada guru mempelajari metoda pengajarannya dalam
mempengaruhi murid (House, 1973). Semua ini akan mendorong guru untuk
mengembangkan kemampuan profesionalnya (DeRoche, 1985; Daresh, 1989; Synder
& Anderson, 1986).
Nilai diri sendiri merupakan tugas yang tidak
mudah bagi guru. Untuk mengukur kemampuan mengajarnya, di samping menilai
murid-muridnya, juga menilai dirinya sendiri. Ada beberapa cara atau alat yang
dapat digunakan untuk menilai diri sendiri, antara lain sebagai berikut.
a.
Suatu daftar pandangan atau pendapat yang disampaikan
kepada murid-murid untuk menilai pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya
disusun dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup maupun terbuka, dengan
tidak perlu menyebut nama.
b.
Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja.
c.
Mencatat aktivitas murid-murid dalam suatu catatan, baik
mereka bekerja secara perorangan maupun secara kelompok.
2. Teknik
Supervisi Kelompok
Teknik supervisi kelompok
adalah satu cara melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada dua orang
atau lebih. Guru-guru yang diduga, sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki
masalah atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama dikelompokkan atau
dikumpulkan menjadi satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka diberikan layanan
supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi. Menurut
Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi kelompok, sebagai berikut.
a)
Kepanitiaan-kepanitiaan
b)
Kerja kelompok
c)
Laboratorium kurikulum
d)
Baca terpimpin
e)
Demonstrasi pembelajaran
f)
Darmawisata
g)
Kuliah/studi
h)
Diskusi panel
i)
Perpustakaan jabatan
j)
Organisasi profesional
k)
Buletin supervisi
l)
Pertemuan guru
m) Lokakarya atau konferensi
kelompok
Teknik supervisi kelompok ini tidak akan
dibahas satu persatu, karena sudah banyak buku yang secara khusus membahasnya.
Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa tidak ada satupun di antara
teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang cocok atau bisa diterapkan untuk
semua pembinaan dan guru di sekolah. Artinya, akan ditemui oleh kepala sekolah
adanya satu teknik tertentu yang cocok diterapkan untuk membina seorang guru
tetapi tidak cocok diterapkan pada guru lain. Oleh sebab itu, seorang kepala
sekolah harus mampu menetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya mampu membina
keterampilan pembelajaran seorang guru.
Menetapkan teknik-teknik
supervisi akademik yang tepat tidaklah mudah. Seorang pengawas , selain harus mengetahui aspek atau
bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus mengetahui karakteristik
setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga teknik yang
digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina melalui supervisi
akademik. Sehubungan dengan kepribadian guru, Lucio dan McNeil (1979)
menyarankan agar kepala sekolah mempertimbangkan enam faktor kepribadian guru,
yaitu kebutuhan guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru, sikap guru, dan
sifat-sifat somatic guru.
3. Langkah-langkah Pembinaan Kemampuan Guru
Ada lima langkah pembinaan
kemampuan guru melalui supervisi akademik, yaitu: (1) menciptakan
hubungan-hubungan yang harmonis, (2) analisis kebutuhan, (3) mengembangkan
strategi dan media, (4) menilai, dan (5) revisi
a. Menciptakan Hubungan yang Harmonis.
Langkah pertama dalam
pembinaan keterampilan pembelajaran guru adalah menciptakan hubungan yang
harmonis antara pengawas dan guru, serta semua pihak yang terkait dengan
program pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Dalam upaya melaksanakan
supervisi akademik memang diperlukan kejelasan informasi antar personil yang
terkait. Tanpa kejelasan informasi, guru akan kebingungan, tidak tahu yang diharapkan
kepala sekolah, dan meyakini bahwa tujuan pokok dalam pengukuran kemampuan
guru, sebagai langkah awal setiap pembinaan keterampilan pembelajaran melalui
supervisi akademik, adalah hanya untuk mengidentifikasi guru yang baik dan yang kurang terampil dalam mengajar. Padahal
seandainya ada kejelasan informasi, tentu tidak akan terjadi guru yang
demikian.
Komunikasi antara kepala sekolah dan guru
dikatakan efektif apabila guru benar-benar menerima supervisi akademik sebagai
upaya pembinaan kemampuannya. Dalam upaya ini, diperlukan kejelasan informasi
mengenai hakikat dan tujuan supervisi akademik. Dalam upaya memperjelas program
supervisi akademik, tentu diperlukan suatu cara dan prinsip-prinsip tertentu
dalam berkomunikasi. Bagaimanakah berkomunikasi secara efektif. Ada sejumlah
prinsip komunikasi yang harus diterapkan oleh kepala sekolah, sebagaimana
dikemukakan oleh Marks, Stoops dan Stoops, sebagai berikut.
1)
Berbicaralah
sebijaksana dan sebaik mungkin
2)
Ikutilah pembicaraan orang lain secara saksama
3)
Ciptakan
hubungan interpersonal antar personil
4)
Berpikirlah
sebelum berbicara
5)
Ikutilah
norma-norma yang berlaku pada latar sekolah
6)
Usahakanlah
untuk memahami pendapat orang lain
7)
Konsentrasikan
pada pesanmu, bukan pada dirimu sendiri
8)
Kumpulkan
materi untuk mengadakan diskusi bila perlu
9)
Persingkat
pembicaraan
10) Ciptakan ketidaksanggupan
11) Bersemangatlah
12)
Raihlah sikap orang lain untuk membantu program
13) Berkomunikasilah dengan “eye
communication”
14) Selalu mencoba
15) Jadilah pendengar yang baik
16) Ketahuilah kapan sebaiknya berhenti
berkomunikasi
b.
Analisis Kebutuhan
Sebagai langkah kedua dalam pembinaan
keterampilan pengajaran guru adalah analisis kebutuhan (needs assessment). Secara hakiki, analisis kebutuhan merupakan
upaya menentukan perbedaan antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
dipersyaratkan dan yang secara nyata dimiliki. Prinsip supervisi pengajaran
yang ketujuh, sebagaimana telah dikemukakan di muka, adalah obyektif, artinya
dalam penyusunan program supervisi pengajaran harus didasarkan pada kebutuhan nyata
pengembangan profesional guru. Dalam upaya memenuhi prinsip ini diperlukan
analisis kebutuhan tentang keterampilan pengajaran guru yang harus dikembangkan
melalui supervisi pengajaran. Adapun langkah-langkah menganalisis kebutuhan
sebagai berikut.
1)
Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan atau masalah-masalah
pendidikan – perbedaan (gap) apa saja yang ada antara pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang nyata dimiliki guru dan yang seharusnya dimiliki
guru? Perbedaan di
kelompok, disintesiskan, dan diklasifikasi.
2)
Mengidentifikasi lingkungan dan hambatan-hambatannya.
3)
Menetapkan tujuan umum jangka panjang.
4)
Mengidentifikasi
tugas-tugas manajemen yang dibutuhkan fase ini, seperti keuangan,
sumber-sumber, perlengkapan dan media.
5)
Mencatat
prosedur-prosedur untuk mengumpulkan informasi tambahan tentang pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang dimiliki guru. Pergunakanlah teknik-teknik
tertentu, seperti mengundang konsultan dari luar sekolah, wawancara, dan
kuesioner.
6)
Mengidentifikasi
dan mencatat kebutuhan-kebutuhan khusus pembinaan keterampilan pembelajaran
guru. Pergunakanlah kata-kata perilaku atau performansi.
7)
Menetapkan
kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru yang bisa dibina
melalui teknik dan media selain
pendidikan.
8)
Mencatat
dan memberi kode kebutuhan-kebutuhan pembinaan keterampilan pembelajaran guru
yang akan dibina melalui cara-cara lainnya.
c.
Pelaksanaan Supervisi Akademik
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan
pengajaran berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pembinaan yang diperoleh melalui
analisis kebutuhan di atas, kepala sekolah menganalisis setiap tujuan untuk
menentukan bentuk-bentuk teknik dan media supervisi akademik yang akan
digunakan. Menurut Gwynn (1961), teknik-teknik supervisi bila dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi
kelompok. Tujuan pengembangan strategi dan media supervisi akademik ini adalah
sebagai berikut.
1)
Mendaftar
pembinaan-pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan dengan
menggunakan teknik supervisi individual.
2)
Mendaftar
pembinaan keterampilan pengajaran yang akan dilakukan melalui teknik supervisi
kelompok.
3)
Mendaftar
mengidentifikasi dan memilih teknik dan media supervisi yang siap digunakan
untuk membina keterampilan pengajaran guru yang diperlukan.
Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik, mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan. Mengenai teknik-teknik supervisi, baik yang individual maupun kelompok, dan medianya akan diuraikan secara khusus pada akhir bab ini.
d. Penilaian
Keberhasilan Supervisi Akademik
Penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai. Dalam konteks supervisi akademik, penilaian merupakan proses sistematik untuk menentukan tingkat keberhasilan yang dicapai dalam pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Tujuan penilaian pembinaan keterampilan pembelajaran adalah untuk: (1) menentukan apakah pengajar (guru) telah mencapai kriteria pengukuran sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pembinaan, dan (2) untuk menentukan validitas teknik pembinaan dan komponen-komponennya dalam rangka perbaikan proses pembinaan berikutnya.
Prinsip dasar dalam merancang dan melaksanakan program penilaian adalah bahwa penilaian harus mengukur performansi atau perilaku yang dispesifikasi pada tujuan supervisi akademik guru. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1)
Katakan dengan jelas teknik-teknik penilaian.
2)
Tulislah
masing-masing tujuan.
3)
Pilihlah
atau kembangkan instrumen-instrumen pengukuran yang secara efektif bisa menilai
hasil yang telah dispesifikasi.
4)
Uji lapangan untuk mengetahui validitasnya.
5)
Organisasikan, analisis, dan rangkumlah hasilnya.
e. Perbaikan Program Supervisi Akademik
Sebagai langkah terakhir dalam pembinaan keterampilan pengajaran guru adalah merevisi program pembinaan. Revisi ini dilakukan seperlunya, sesuai dengan hasil penilaian yang telah dilakukan. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
a.
Me-review rangkuman hasil penilaian.
b.
Apabila
ternyata tujuan pembinaan keterampilan pengajaran guru tidak dicapai, maka
sebaiknya dilakukan penilaian ulang terhadap pengetahuan, keterampilan dan
sikap guru yang menjadi tujuan pembinaan.
c.
Apabila
ternyata memang tujuannya belum tercapaim maka mulailah merancang kembali
program supervisi akademik guru untuk masa berikutnya.
d.
Mengimplementasikan
program pembinaan yang telah dirancang kembali pada masa berikutnya.
4. Media,
Sarana, dan Sumber
Dalam setiap pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan menggunakan teknik supervisi akademik tertentu diperlukan media, sarana, maupun sumber-sumber tertentu. Apabila digunakan teknik buletin supervisi dalam membina keterampilan pembelajaran guru, maka diperlukan buletin sebagai media atau sumbernya. Apabila digunakan teknik darmawisata dan membina guru maka diperlukan tempat tertentu sebagai sumber belajarnya. Apabila digunakan perpustakaan jabatan sebagai pusat pembinaan keterampilan pembelajaran guru maka diperlukan buku-buku, ruang khusus, dan sarana khusus, sebagai sarana dan sumber belajar. Demikianlah seterusnya untuk teknik-teknik supervisi akademik lainnya, semuanya memerlukan media, sarana, dan sumber sebagai penunjang pelaksanaannya.
5. Instrumen
Pengukuran Kemampuan Guru
Pada bab awal telah ditegaskan bahwa esensial supervisi akademik itu sama sekali bukan mengukur unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, melainkan bagaimana membantu guru mengembangkan kemampuan profesionalnya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas dari pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Pengukuran kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan dalam proses supervisi pembelajaran (Sergiovanni, 1987). Prinsip dasar ini tampak jelas sekali pada langkah-langkah pembinaan keterampilan pembelajaran guru. Menurut Marks, Stoops dan Stoops, sebagaimana telah dibahas di muka, di mana salah satu langkahnya berupa analisis kebutuhan. Esensial langkah atau fase analisis kebutuhan ini adalah mengukur pengetahuan dan kemampuan untuk menentukan pengetahuan dan kemampuan mana pada guru yang harus dibina. Ini berarti dalam setiap merencanakan dan memprogram supervisi akademik selalu diperlukan instrumen pengukuran.
Instrumen pengukuran ini, baik pengetahuan maupun kemampuan, bila berupa tes-tes tertentu yang secara valid dan reliabel bisa mengukur pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran. Khusus untuk mengukur kemampuan guru, karena lebih berbentuk performansi atau perilaku (behavioral), biasanya digunakan instrumen observasi yang mengamati unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran. Instrumen ini banyak diambil dari yang sudah ada, yang sudah valid dan reliabel, maupun dikembangkan sendiri oleh supervisor. Apabila kepala sekolah ingin mengembangkan sendiri instrumen observasi maka disarankan agar merujuk kepada jenis-jenis kemampuan pembelajaran yang menang harus dimiliki oleh guru. Setiap jenis kemampuan yang dikembangkan dalam instrumen observasi harus disediakan skala pengukuran. Ada bermacam-macam skala pengukuran, misalnya skala tigas, skala lima, dan skala tujuh. Apabila digunakan skala tiga, maka bentuknya menjadi tidak mampu (1) cukup mampu (2) dan mampu (3). Apabila diguna- kan skala lima, maka bentuknya menjadi sangat kurang mampu (1) kurang mampu (2) cukup mampu (3) mampu (4) dan sangat mampu (5). Nantinya apabila telah digunakan, maka semakin kecil skor kemampuannya (kategori kemampuannya) berarti semakin perlu dibina. Semakin rendah skornya berarti guru semakin tidak mampu mengelola proses pembelajaran.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI pernah mengembangkan satu instrumen pengukuran yang disebut dengan Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG ini merupakan instrumen yang kembangkan dan resmi digunakan untuk mengukur kemampuan guru yang bersifat generic essensial. Dikatakan generic karena kemampuan tersebut secara umum harus dimiliki oleh setiap guru bidang studi apapun. Dikatakan essential karena kemampuan tersebut merupakan kemampuan-kemampuan yang penting saja. Ini tidak berarti bahwa kemampuan yang lain tidak perlu melainkan masih sangat diperlukan hanya harus diukur melalui instrumen lainnya (Depdikbud, 1982).
EmoticonEmoticon