SUPERVISI KLINIK (KLINIS) |
A. Pengertian / Konsep Supervisi Klinik (Klinis)
Pengertian Supervisi klinik. Supervisi klinikmula-mula diperkenalkan dan dikembangkan oleh Morris L. Cogan, Robert
Goldhammer, dan Richarct Weller di Universitas Harvard pada akhir dasa warsa
lima puluh tahun dan awal dasawarsa enam puluhan (Krajewski) 1982). Ada dua
asumsi yang mendasari praktek supervisi klinik. Pertama, pengajaran merupakan
aktivitas yang sangat kompleks yang memerlukan pengamatan dan analisis secara
berhati-hari melalui pengamatan dan analisis ini, supervisor pengajaran akan
mudah mengembangkan kemampuan guru mengelola proses pembelajaran. Kedua,
guru-guru yang profesionalnya ingin dikembangkan lebih menghendaki cara yang
kolegial daripada cara yang outoritarian (Sergiovanni, 1987).
Pada mulanya, supervisi klinik
dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam melakukan supervisi
pengajaran terhadap calon guru yang sedang berpraktek mengajar. Dalam supervisi
ini ditekanannya pada klinik, yang diwujudkan adalah bentuk hubungan tatap muka
antara supervisor dan calon guru yang sedang berpraktek, Cogan (1973)
mendefinisikan supervisi klinik sebagai berikut :
The rational and practice designed to
improve the teacher’supervisi classroom performance. It takes its principal
data from the events of the classroom. The analysis of these data and the
relationships between teacher and supervisor from the basis of the program,
procedures, and strategies designed to improve the student’supervisi learning
by improving the teacher’supervisi classroom behavior (Cogan 1973, halaman 54).
Sesuai dengan pendapat
Cogan ini, supervisi klinik pada dasarnya merupakan pembinaan performansi guru
mengelola proses belajar mengajar. Pelaksanaannya didesain dengan praktis
secara rasional. Baik desainnya maupun pelaksanaannya dilakukan atas dasar
analisis data mengenai kegiatan-kegiatan di kelas. Data dan hubungan antara
guru dan supervisor merupakan dasar program prosedur, dan strategi pembinaan
perilaku mengajar guru dalam mengembangkan belajar murid-murid. Cogan sendiri
menekankan aspek supervisi klinik pada lima hal, yaitu (1) proses supervisi
klinik, (2) interaksi antara calon guru dan murid, (3) performansi calon guru
dalam mengajar, (4) hubungan calon guru dengan supervisor, dan (5) analisis
data berdasarkan peristiwa aktual di kelas.
Tujuan supervisi klinik
adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang
efektif. Menurut Sergiovanni (1987) ada dua sasaran supervisi klinik, yang
menurut penulis merefleksi multi tujuan supervisi klinik, yang menurut penulis
merefleksi multi tujuan supervisi pengajaran, khususnya pengembangan
profesional dan motivasi kerja guru, sebagaimana telah dikemukakan dalam bab I.
Di satu sisi, supervisi klinik dilakukan untuk membangun motivasi dan komitmen
kerja guru. Di sisi lain, supervisi klinik dilakukan untuk menyediakan pengembangan
staf bagi guru. Sedangkan menurut dua orang teoritisi lainnya, yaitu Acheson
dan Gall (1987) tujuan supervisi klinik adalah meningkatkan pengajaran guru dikelas. Tujuan ini dirinci lagi ke
dalam tujuan yang lebih spesifik, sebagai berikut.
1.
Menyediakan
umpan balik yang obyektif terhadap guru, mengenai pengajaran yang
dilaksanakannya.
2.
Mendiagnosis
dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran.
3.
Membantu
guru mengembangkan keterampilannnya menggunakan strategi pengajaran.
4.
Mengevaluasi
guru untuk kepentingan promosi jabatan dan keputusan lainnya.
5.
Membantu
guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan profesional yang
berkesinambungan.
Demikianlah
sekilas konsep spuervisi klinik bila disimpulkan, maka karakteristik supervisi
klinik sebagai berikut ; supervisi klinik berlangsung dalam bentuk hubungan
tatap muka antara supervisor dan guru, tujuan supervisi klinik itu adalah untuk
pengembangan profesional guru. Kegiatan supervisi klinik ditekankan pad
aspek-aspek yang menjadi perhatian guru serta observasi kegiatan pengajaran di
kelas, observasi harus dilakukan secara cermat dan mendetail, analisis terhadap
hasil observasi harus dilakukan bersama antara supervisor dan guru dan hubungan
antara supervisor dan guru harus bersifat kolegial bukan autoritarian.
B. Langkah-langkah Supervisi
Klinik
Penjelasan konsep supervisi klinik dan beberapa hasil penelitian
tentang keefektifannya membawa kita untuk menyakini betapa pentingnya supervisi
klinik sebagai satu pendekatan dalam mengembangkan pengajaran guru. Sudah
seharusnyalah setiap supervisor pengajaran berusaha untuk menerapkannya bagi
guru-guru yang menjadi kawasan tanggung jawabnya. Pertanyaannya sekarang
adalah, bagaimana prosedurnya.
Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik
yang dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus
mengandung dua pengertian pertama., prosedur supervisi klinik terdiri dari
sejumlah tahapan yang merupakan proses yang berkesinambungan. Kedua, hasil
pertemuan tahap akhir menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus
berikutnya. Kedelapan tahap yang dikemukakan oleh Cogan adalah sebagai berikut
(1) tahap membangun dan memantapkan hubungan guru-supervisor, (2) tahap
perencanaan bersama guru, (3) tahap perencanaan strategi observasi, (4) tahap
observasi pengajaran, (5) tahap analisis proses pembelajaran, (6) tahap
perencanaan strategi pertemuan, (7) tahap pertemuan, dan (8) tahap penjajakan
rencana pertemuan berikutnya.
Menurut Mosher dan Purpel
(1972) ada tiga aktivitas dalam proses supervisui klinik, yaitu (1) tahap
perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3) tahap evaluasi dan analisis. Menurut
Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi klinik, yaitu
(1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan observasi kelas (2)
observasi kelas, dan (3) tindak lanjut observasi kelas. Sedangkan menurut
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) ada lima kegiatan dalam proses
supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of supervision, yaitu (1)
pertemuan sebelum observasi (2) observasi, (3) analisis dan strategi, (4)
pertemuan supervisi, dan (5) analisis sesudah pertemuan supervisi.
Demikianlah, walaupun
berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas tentang langkah-langkah proses
supervisi klinik, sebenarnya langkah-langkah ini bisa dikembalikan pada tiga
tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap pertemuan awal, (2) tahap
observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan. Dalam buku ajar sederhana ini penulis lebih cenderung membagi
siklus supervisi klinik menajdi tiga tahap juga sebagaimana tersebut di atas.
Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander
Mackie College of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).
1. Tahap Pertemuan Awal
Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap
pertemuan awal (preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum
melaksanakan observasi kelas sehingga banyak juga para teoritisi supervisi
klinik yang menyebutkan dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi (preobservation
Conference). Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap yang lebih penting
daripada tahap pertemuan awal ini.
Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan,
bersama antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan dilakukan.
Hasil akhir pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja antara
supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan awal ini
tercipta kerja sama, hubungan kemanusian dan komunikasi yang baik antara
supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubngan yang baik antara
supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan tahap
berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para teoritisi banyak
menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan terbuka.
Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap supervisor, sebab kepercayaan
ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan pertemuan awal ini. Kepercayaan
ini berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa supervisor memperhatikan minat atau
perhatian guru.
Pertemuan pendahuluan ini tidak membutuhkan waktu yang lama.
Dalam pertemuan awal ini supervisor bisa menggunakan waktu 20 sampai 30 menit,
kecuali jika guru mempunyai permasalahan khusus yang membutuhkan diskusi
panjang. Pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan di satu ruangan yang netral,
misalnya kafetaria, atau bisa juga di kelas. Pertemuan di ruang kepala sekolah
atau supervisor kemungkinannya akan membuat guru menjadi tidak bebas. Secara
teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan awal ini,
yaitu (1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka, (2) mengidentifikasi
aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam pengajaran. (3) menerjemahkan
perhatian guru ke dalam tingkah laku yang bisa diamati, (4) mengidentifikasi
prosedur untuk memperbaiki pengajaran guru, (5) membantu guru memperbaiki
tujuannya sendiri (6) menetapkan waktu observasi kelas, (7) menyeleksi
instrumen observasi kelas, dan (8) memperjelas konteks pengajaran dengan
melihat data yang akan direkam.
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu
agenda yag harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut adalah :
a.
Menetapkan
kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang apa saja yang akan
diobservasi.
1)
Tujuan
instruksional umum dan khusus pengajaran
2)
Hubungan
tujuan pengajaran dengan keseluruhan program pengajaran yang diimplementasikan.
3)
Aktivitas
yang akan diobservasi
4)
Kemungkinan
perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur lain berdasarkan
persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.
5)
Deskripsi
spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya diinginkan guru.
b.
Menetapkan
mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :
1)
Waktu
(jadwal) observasi
2)
Lamanya
observasi
3)
Tempat
observasi
c.
Menetapkan
rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:
1)
Dimana
supervisor akan duduk selama observasi
2)
Akankah
supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai tujuan observasinya jika
demikian, kapan sebelum ataukah setelah pelajaran.
3)
Akankah
supervisor mencari satu tindakan khusus.
4)
Akankah
supervisor berinteraksi dengan murid-murid
5)
Perlukah
adanya material atau persiapan khusus
6)
Bagaimanakah
supervisor akan mengakhiri observasi
2. Tahap Observasi Pembelajaran
Tahap kedua dalam proses supervisi
klinik adalah tahap observasi mengajar secara sistematis dan obyektif.
Perhatian observasi ini ditujukan pada guru dalam bertindak dan
kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru. Waktu dan tempat observasi
mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada
waktu mengadakan pertemuan awal.
Observasi mengajar,
mungkin akan terasa sangat kompleks dan sulit, dan tidak jarang adanya
supervisor yang mengalami kesulitan. Dengan demikian supervisor dituntut untuk
menggunakan bermacam-macam ketrampilan. Menurut Daresh (1989) ada dua aspek
yang harus diputuskan dan dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah
melaksanakan observasi mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan
diobservasi mengajar dan bagaimana cara mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan
diobservasi harus sesuai dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada
waktu pertemuan awal. Aliva (1984) menegaskan sebagai berikut :
If
we follow through with the cycle of clinical supervisor the teacher and
supervisor in the preobservation conference have decided on the specific
behaviors of teacher and students which the supervisor will observe. The
supervisor concentrates on the presence or absence of the spesific behaviors
(Oliva : 1984, halaman 502).
Sedangkan mengenai
bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan perhatian. Maksud baik supervisi
akan tidak berarti apabila usaha-usaha observasi tidak bisa memperoleh data
yang seharusnya diperoleh. Tujuan utama pengumpulan data adalah untuk
memperoleh informasi yang nantinya akan digunakan untuk mengadakan tukar
pikiran dengan guru setelah observasi aktivitas yang telah dilakukan di kelas.
Di sinilah letak pentingnya teknik dan instrumen oberservasi yang bisa
digunakan untuk mengobservasi guru mengelola proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan teknik
dan instrumen ini, sebenarnya pada peneliti telah banyak yang mengembangkan
bermacam-macam teknik yang bisa digunakan dalam mengobservasi pengajaran. Acheson dan Gall (1987) mereview beberapa teknik dan mengajurkan kita
untuk menggunakannya dalam proses supervisi klinis beberapa teknik tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam
rekaman tertulis, yang bisa dibuat dengan a verbatim transcript. Sudah barang
tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan kesepakatan
bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal, hanya kejadian-kejadian
tertentu yang harus direkam secara selektif. Transkrip ini bisa ditulis
langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga menyalin dari apa yang direkam
terlebih dahulu melalui tape recorder.
b.
Rekaman observasional berupa a seating
chart. Di sini,
supervisor mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka
berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung. Seluruh
kompleksitas perilaku dan interaksi di deskripsikan secara bergambar. Melalui
penggunaan a seating chart ini, supervisor bisa mendokumentasikan secara grafis
interaksi guru dengan murid-murid dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui
apakah guru hanya berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian
murid, apakah semua murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses
belajar mengajar.
c.
Wide-lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan
yang lengkap mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita yang panjang lebar.
Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.
d.
Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan
mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini
sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling baik
prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah skala analisis interaksi
Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, aktivitas kelas diklasifikasikan
menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru, pembicaraan murid dan
tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 4.1 merupakan satu contoh analisis
interaksi Flanders.
Tabel 4.1 Kategori Analisis Interaksi Franders
Guru Berbicara
|
Respons
|
1.
Perasaan menerima. Menerima dan mengklasi- fikasi
sikap/perasaan murid dalam cara yang tidak menakutkan. Perasaan ini bisa
positif atau negatif.
2.
Penghargaan dan dorongan.Penghargaan dan dorongan terhadap
murid, misalnya dengan mengatakan “um hum” atau teruskan. Ini merupakan upaya
menghindari ketegangan.
3.
Menerima atau menggunakan ide murid. Menjawab pembicaraan murid.
Mengklasifikasi, membangun, atau mengajukan pertanyan berdasarkan ide-ide
murid.
|
4.
Bertanya. Bertanya tentang isi dan prosedur,
berdasarkan ide guru, dengan maksud murid akan menjawabnya.
|
||
Inisiasi
|
5.
Berceramah. Mengemukakan fakta atau opini
tentang isi atau prosedur: mengekspresikan idenya sendiri, memebrikan
penjelasan sendiri
6.
Memberikan petunjuk. Memberi petunjuk, komando,
perintah, di mana murid melakukan
7.
Mengkritik. Mengemukakan sesuatu untuk
mengubah perilaku murid dari pola yang tak diterima menjadi pola yang
diterima.
|
|
Respons
|
8.
Murid berbicara-merespons. Murid berbicara untuk merespons
kontak guru yang situasinya terbatas
|
|
9.
Murid berbicara-inisiasi. Murid mengemukakan idenya baik secara
spontan maupun dalam sosia lisasi guru. Kebebasan mengembangkan opini/
pemikiran; berjalan di luar struktur yang ada.
|
||
Inisiasi
|
10. Kesunyian
atau kebingungan.
Istirahat, kesunyian sebentar, kebingunan karena komunikasi tidak bisa
dimengerti pengamat.
|
Sumber: Acheson, K.A
dan Gall, M.D.1987. Techniques in the the Clinical Supervision of Teachers.
White Plains, N.Y., Longman
Checklist lainnya yang bisa digunakan untuk
mengarahkan observasi pengajaran adalah apa yang disebut dengan istilah
timeline coding technique yang telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu,
yang memang didesain untuk mempelajari strategi pengajaran. Di sini, supervisor
mencatat perilaku guru maupun murid dalam waktu-waktu tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya selama waktu-waktu tertentu ditetapkan sebelumnya
disediakan selama proses pembelajaran. Teknik ini bisa disediakan data terhadap
guru yang mereka rasa harus diobservasi dan dikembangkan. Instrumen ini bisa
mengarahkan supervisor dalam observasinya dan menyediakan balikan yang spesifik
dalam klasifikasi waktu yang diinginkan.
Demikianlah beberapa
teknik yang telah direview oleh Acheson dan Gall telah dikemukakan, bisa
digunakan untuk mengarahkan dan mempermudah tahap observasi dalam proses
supervisi klinik. Supervisor yang efektif seha- rusnya menyadari adanya
beberapa teknik ini dan berusaha memiliki satu atau lebih teknik sesuai dengan
perhatian guru yang akan diobservasi. Namun sayangnya, menurut Daresh (1989), dengan melihat dari waktu ke
waktu, yang terjadi justru sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya belajar
satu teknik observasi yang disukainya, misalnya teknik analisis Interaksi
Flanders, dan menggunakannya setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan.
Akan tetapi kelebihan-hkelebihan setiap teknik dengan cepat akan hilang apabila
supervisor lebih berwawasan terhadap hanya satu teknik yang dipahami dan
disukai dengan tidak mengikuti perhatian pengajaran guru.
3.
Tahap Pertemuan Balikan
Tahap ketiga dalam proses
supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan. Pertemuan balikan dilakukan
segera setelah melaksanakan observasi pengajaran, dengan terlebih dahulu
dilakukan analisis terhadap hasil observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini
adalah ditindaklanjuti apa saja yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver,
terhadap proses belajar mengajr. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah
ditekankan pada identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara
perilaku guru dan murid yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan murid,
serta membuat keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan
dilakukan sehu- bungan dengan perbedaan yang ada.
Pertemuan balikan ini
merupakan tahap yang penting untuk mengem- bangkan perilaku guru dengan cara
memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus deskriptif, spesifik, konkrit,
bersifat memotivasi, aktual, dan akurat sehingga betul-betul bermanfaat bagi
guru (Sergiovanni, 1987). Paling tidak ada lima manfaat pertemuan balikan bagi
guru,s ebagaimana dikemukakan oleh Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981),
yaitu , (1) guru bisa diberik penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi
dalam kerjanya, (2) isu-isu dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama
supervisor dan guru dengan tepat, (3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa
berupaya mengintervensi secara langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis
dan bimbingan, (4) guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan
supervisi terhadap dirinya sendiri, dan (5) guru busa diberi pengetahuan
tambahan untuk meningkatkan tingkat analisis profesional diri pada masa yang
akan datang.
Tentunya sebelum
mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih dahulu menganalisa hasil
observasi dan merencanakan bahan yang akan dibicarakan dengan guru. Begitu pula
diharapkan guru menilai dirinya sendiri. Setelah itu dilakukan pertemuan
balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini sangat diperlukan adanya keterbukaan
antara supervisor dan guru. Sebaiknya, pertama-tama supervisor menanamkan
kepercayaan pada diri guru bahwa pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan
guru melainkan untuk memberikan masukan balikan. Oleh sebab banyak para
teoritisi yang menganjurkan agar pertama-tama yang harus dilakukan oleh
supervisor dalam setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan
(reinforcement) terhadap guru. Baru setelah melanjutkan dengan analisis bersama
setiap aspek pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinis. Berikut ini
beberapa langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan.
a.
Menanyakan
perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap pengajaran yang dilakukan,
kemudian supervisor berusaha memberikan penguatan (reinforcement).
b.
Menganalisa
pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersa- ma guru
mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran yang direncanakan dan
tujuan pengajaran yang dicapai.
c.
Menganalisa
target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini (supervisor bersama guru
mengidentifikasi target ketrampilan dan perhatian utama yang telah dicapai dan
yang belum dicapai. Bisa jadi pada saat ini supervisor menunjukkan hasil rekaman
observasi, sehingga guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan dicapai, dan
yang belum sesuai dengan target ketrampilan dan perhatian utama guru
sebagaimana disepakati pada tahap pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan
observasi supervisor merekam proses belajar mengajar dengan alat elektronik,
misalnya dengan menggunakan alat syuting, maka sebaiknya hasil rekaman ini
dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas melihat dan menafsirkannya
sendiri.
d.
Supervisor
menanyakan perasaannya setelah enganalisis target keterampilan dan perhatian
utamanya.
e.
Menyimpulkan
hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses supervisi klinik. Disini
supervisi memberikan kesempatan kepada guru untuk menyimpulkan target
keterampilan dan perhatian utamanya yang telah dicapai selama proses supervisi
klinis.
f.
Mendorong
guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus menetapkan rencana
berikutnya.
Demikian tiga pokok dalam proses
supervisi klinik. Ketiga tahap ini sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan
awal, tahap observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga
tahap ini telah dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar berikut ini.
Sumber : Didapatkan dari Alexander Mackie. 1981. Supervision
Of Practice Teaching. Sydney, Australia: Primary, p. 2.
Dalam pelaksanaan supervisi klinik sangat diperlukan iklim kerja yang baik dalam pertemuan awal, observasi pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan. Faktor yang sangat menentukan keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran adalah kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk membantu mengembangkan pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan guru ini memerlukan satu iklim kerja yang oleh para teoritisi disebut dengan istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah memiliki iklim kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan” … Something that a superordinate (an administrator or supervisor, for example) does to a teacher, but as a peer-to-peer activity” (Daresh : 1989, halaman 218). Di samping ini, untuk melaksanakan supervisi klinik sangat diperlukan kesediaan supervisor dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan memerlukan waktu yang lama.
EmoticonEmoticon