Wednesday, July 10, 2019

MANFAAT KEANEKARAGAMAN HAYATI PESISIR DAN LAUT

Manfaat Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut

Manfaat Keanekaragaman Hayati Pesisir dan Laut. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di pesisir dan laut, beserta interaksi di antara bentuk kehidupan tersebut dan antara bentuk kehidupan tersebut dengan lingkungannya. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut merujuk pada keberagaman bentuk-bentuk kehidupan di pesisir dan laut: tanaman yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di dalamnya, dan ekosistem yang mereka bentuk.  Kekayaan hidup ini adalah hasil dari sejarah ratusan juta tahun berevolusi yang jika hilang akan susah untuk pulih bahkan bisa hilang untuk selamanya.

Manfaat keanekaragaman hayati mencangkup antara lain: jasa lingkungan, nilai ekonomi dan kegunaan yang diberikan oleh keanekaragaman hayati pesisir dan laut telah menopang lebih dari 60 persen penduduk Indonesia yang bermukim di wilayah pesisir baik secara langsung maupun tidak langsung. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut telah menjadi sumber penghidupan dan pekerjaan bagi jutaan penduduk Indonesia. Banyak studi yang telah dilakukan yang mengkonfirmasi hal ini. Beberapa hasil kajian yang memperkirakan manfaat keanekaragaman dan ekosistem pesisir dan laut adalah sebagai berikut:
·          Nilai kegunaan dan non kegunaan hutan mangrove di Indonesia US$ 2,3 miliar per tahun (GEF/UNDP/IMO 1999)
·          Nilai ekonomi terumbu karang Indonesia diperkirakan sekitar US$ 567 juta (GEF/UNDP/IMO 1999)
·          Nilai padang lamun sebesar US$ 3.858,91/ha/tahun (Bapedal dan PKSPL-IPB 1999)
·          Nilai ekologi dan ekonomi sumberdaya rumput laut di Indonesia sekitar US$ 16 juta (GEF/UNDP/IMO 1999)
·          Nilai manfaat ekonomi potensi sumberdaya ikan laut di Indonesia sebesar US$ 15,1 miliar (Dahuri 2002)

Keanekaragaman hayati dan ekosistem pesisir dan laut di samping memberikan manfaaat dari sumberdaya dan jasa lingkungannya terhadap penghidupan masyarakat pesisir, juga berperan penting dalam menjaga keseimbangan iklim serta penyerapan karbon yang merupakan kontributor perubahan iklim. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya berperan dalam menjaga keseimbangan penyerapan karbon. Kemampuan penyeimbang ini mulai terganggu dengan semakin banyaknya gas rumah kaca (GRK) hasil kegiatan manusia (anthropogenic) yang pada akhirnya diserap oleh laut dan ekosistemnya. Tanpa ada upaya pengurangan emisi GRK, dipastikan dalam beberapa dekade mendatang ekosistem pesisir dan laut berkurang secara signifikan. Hal ini berarti akan memberikan dampak ikutan terhadap masyarakat pesisir serta biota dan ekosistem laut dan pesisir lainnya.

Berpijak pada kemampuan ekosistem laut dan pesisir menjaga keseimbangan penyerapan karbon serta potensi pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNEP) bekerjasama dengan Badan Pangan Dunia (FAO) dan Badan Pendidikan dan Pengetahuan (UNESCO) memperkenalkan konsep Karbon Biru (Blue Carbon) dalam Laporan Blue Carbon – The Role of Healthy Oceans in Binding Carbon. Laporan ini telah diluncurkan pada 14 Oktober 2009  pada Diversitas Conference, Cape Town Conference Centre, South Africa. Laporan ini menggambarkan alur emisi karbon dan estimasi kemampuan ekosistem laut dan pesisir dalam menyerap karbon dan gas rumah kaca. Hal ini juga sejalan dengan amanat Manado Ocean Declaration (MOD) yang dideklarasikan tahun 2009 serta sebagai upaya mengendalikan dampak perubahan iklim.

Karbon Biru (Blue Carbon) adalah sebuah konsep yang membuktikan peran keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya yang didominasi oleh vegetasi laut seperti hutan mangrove, padang lamun, rawa payau serta rawa masin (salt marshes) dalam mendeposisi karbon. Keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya diyakini mampu menjadi garda penyeimbang bersama hutan (Green Carbon) untuk mengurangi laju emisi melalui penyerapan karbon.

Kajian awal yang dilakukan para peneliti di Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengidentifikasikan potensi laut Indonesia yang memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 0.3 giga ton karbon per tahun. Riset ini dilakukan dengan memanfaatkan data satelit kandungan fitoplankton (klorofil dan suhu air laut) di laut Indonesia untuk mengestimasi kandungan karbon yang terserap. Riset ini tentunya masih harus diverifikasi melalui kajian lapangan (in-situ) serta memperhitungkan komponen lainnya seperti interaksi atmosfir dan laut (solubility pump). Langkah ini hendaknya menjadi pemicu dan pemacu untuk melakukan riset lanjutan tentang peran penting laut sebagai pengendali perubahan iklim. Satu hal yang harus diacu adalah Indonesia dengan kenanekaragaman hayati dan luasan ekosistem pesisir dan laut yang begitu besar, berpotensi memberikan kontribusi dalam menjaga dinamisator laut dalam perubahan iklim. Menjaga kelestarian keanekaragaman hayati pesisir dan laut beserta ekosistemnya berarti menjaga kelestarian dan kemampuan ekosistem laut dan pesisir sebagai dinamisator iklim global.


Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon