Wednesday, July 24, 2019

PENGERTIAN FUNGSI DAN BENTUK EVALUASI PEMBELAJARAN / PENDIDIKAN

PENGERTIAN FUNGSI DAN BENTUK EVALUASI PEMBELAJARAN / PENDIDIKAN

Pengerttian Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Pada­nan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tardif et. al. (1989), berarti: proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang capai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah dite kan. Selain kata evaluasi dan assessment ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih masyhur dalam dunia pendidikan kita y tes, ujian, dan ulangan.

Istilah THB (Tes Hasil Belajar) dan TPB (Tes Prestasi Bela adalah alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menen taraf keberhasilan sebuah proses mengajar-belajar (teaching-learn process) atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah pro pengajaran. Sementara itu, istilah evaluasi biasanya digunakan un menilai hasil pembelajaran para siswa pada akhir jenjang pendi tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir dan Evaluasi Be lajar Tahap Akhir Nasional (EBTA dan EBTANAS).

Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan. Evaluasi yang berarti pengungkapan dan pengukuran hasil belajar itu, pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi  baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Namun perlu diketahui bahwa, kebanyakan pelaksanaan evaluasi cenderung bersifat kuantitatif, lantaran penggunaan simbol angka atau skor menentukan kualitas keseluruhan kinerja akademik siswa. Walaupun begitu, guru yang piawai dan profesional berusaha mencari kiat evaluasi yang lugas, tuntas, dan meliputi luruh kemampuan ranah cipta, rasa, dan karsa siswa.

a. Tujuan Evaluasi Pembelajaran / Pendidikan
Pertama, untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. Hal ini berarti dengan evaluasi guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar yang melibatkan dirinya selaku pembimbing dan pembantu kegiatan belajar siswanya itu.

Kedua, untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya. Dengan demikian, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai alat penetap apakah siswa tersebut ternasuk kategori cepat, sedang, atau lambat dalam arti mutu kemampuan belajarnya.

Ketiga, untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar. Hal ini berarti bahwa dengan evaluasi, guru akan da­pat mengetahui gambaran tingkat usaha siswa. Hasil yang baik pada umumnya menunjukkan adanya tingkat usaha yang efisien, sedang­kan hasil yang buruk adalah cerminan usaha yang tidak efisien.

Keempat, untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah  mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. Jadi, hasil evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai gambaran realisasi pemanfaatan kecer­dasan siswa.

Kelima, untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses mengajar­belajar (PMB). Dengan demikian, apabila sebuah metode yang dig,unakan guru tidak mendorong munculnya prestasi belajar siswa yang memuaskan, guru seyogianya mengganti metode tersebut atau mengkombinasikannya dengan metode lain yang serasi.

b.  Fungsi Evaluasi
Di samping memiliki tujuan, evaluasi belajar juga memiliki fungsi-fungsi sebagaimana tersebut di bawah ini.
·            Fungsi administratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku  raport.
·            Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan.
·            Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi kesulitan belajar si dan merencanakan program remedial teaching (pengaJaran perbaikan)
·            Sebagai sumber data BP yang dapat memasok data siswa terte tu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).
·            Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada masa y akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, met dan alat-alat PBM.

Selanjutnya, selain memiliki fungsi-fungsi seperti di atas, evaluasi juga mengandung fungsi psikologis yang cukup signifikan bagi siswa maupun guru dan orangtuanya. Bagi siswa, penilaian guru merupakan alat bantu untuk mengatasi kekurangmampuan atau ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan kemajuan diri sendiri. Dengan mengetahui taraf kemampuan dan kemajuan dirinya sendiri, siswa memiliki self-consciousness, kesadarannya yang lugas mengenai eksistensi dirinya, dan juga metacognitive, pengetah yang benar mengenai batas kemampuan akalnya sendiri (Mulcah et a1,1991). Dengan demikian, siswa diharapkan mampu menentukan posisi dan statusnya secara tepat di antara teman-teman dan masyarakatnya sendiri.

Di samping itu, evaluasi prestasi belajar sudah tentu juga berfungsi sebagai sarana pemenuhan ketentuan konstitusional UUSPN/ 1989 Bab XII Pasa143 yang berbunyi: "Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan penilaian".

c. Ragam Evaluasi
Pada prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan be­rencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, ragamnya pun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
1.      Pre-test dan Post-test
Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya, ialah untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis.

Post-test adalah kebalikan dari pre-test, yakni kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan. Evaluasi ini juga berlangsung singkat dan cukup dengan menggunakan instrumen sederhana yang berisi item-item yang jumlahnya sangat terbatas.

2.      Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi pengu­asaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian.
3.      Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan.

4.      Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini dilakukan pada setiap akhir penyajian satu pelajaran atau modul. Tujuannya ialah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan) kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan pera bangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).

5.      Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif dilakukan untuk mengukur kinerj akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelak program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan lapo resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.

d. Ragam Alat Evaluasi
Secara garis besar, ragam alat evaluasi terdiri atas dua maca bentuk, yaitu: 1) bentuk obyekti dan 2) bentuk subyektif. Bentuk obyektif biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk alternatif jawaban, pengisian titik-titik, dan pencocokan satu pernyataan dengan pernyataan lamnya.

1)    Bentuk Obyektif
Bentuk ini lazim juga disebut tes obyektif, yakni tes yang jawabannya dapat diberi skor nilai secara lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya Ada lima macam tes yang termasuk dalam evaluasi ragam obyektif ini.

a)       Tes Benar-Salah
Tes ini merupakan alat evaluasi yang paling bersahaja, baik dalam hal susunan item-itemnya, maupun dalam hal cara menjawabnya. Soal­soal dalam tes ini berbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yakni "B" jika pernyataan tersebut benar dan "S" jika salah. Apabila soal-soalnya disusun dalam bentuk pertanyaan, biasanya alternatif jawaban yang harus dipilih ialah "ya" atau "tidak".
Dalam dunia pendidikan modern, tes semacam itu sudah lama ditinggalkan karena dua alasan, yakni:
Tes "B-S" tidak menghargai kreativitas akal siswa karena mereka hanya didorong untuk memilih sekenanya salah satu dari dua alternatif yang ada.
Tes "B-S" dalam beberapa segi tertentu dianggap sangat rendah tingkat reliabilitasnya.

b)       Tes Pilihan Berganda
Item-item dalam tes pilihan berganda (multiple choice) biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang dapat dijawab dengan memilih salah satu dari empat atau lima alternatif jawaban yang mengiringi setiap soal. Cara yang sangat lazim dilakukan ialah menyilang (X) salah satu huruf a, b, c, d, atau e yang merupakan alternatif jawaban yang benar.

Contoh:
Sila keberapakah yang melarang kita menganut paham ateisme?
a. Sila kesatu        b. Sila kedua       c. Sila ketiga
                d. Sila keempat     e. Sila kelima

Pada zaman modern sekarang, dunia pendidikan, khususnya Barat, sudah mulai meninggalkan tes pilihan berganda kecuali unt keperluan-keperluan di luar pengukuran prestasi belajar. Alasan-alasan ditinggalkannya jenis tes ini ialah:
·             kurang mendorong kreativitas ranah cipta dan karsa siswa, karena ia hanya merasa disuruh berspekulasi, yakni menebak jawaban secara untung-untungan;
·             sering terdapat dua jawaban (di antara empat atau lima alterna­tif) yang identik atau sangat mirip, sehingga terkesan kurang diskriminatif;
·             sering terdapat satu jawaban yang sangat mencolok kebenaran­nya, sehingga jawaban-jawaban lainnya terlalu gampang untuk ditinggalkan.

Namun demikian, sampai batas tertentu tes pilihan berganda masih dapat dipakai untuk mengevaluasi prestasi belajar siswa dengan catatan, penyusunannya dilakukan secara ekstra cermat. Da­lam hal ini, guru seyogianya berusaha sebaik-baiknya untuk menghin­dari kelemahan-kelemahan di atas.

c)        Tes Pencocokan (Menjodohkan)
Tes pencocokan (matching test) disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata, istilah, atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa dalam menjawab item-item soal ialah mencari pasangan yang selaras antara kalimat atau istilah yang ada pada daftar A (berisi item-item yang ditandai dengan nomor urut 1 sampai 10 dan seterusnya menurut kebutuhan) dengan daftar B terdiri atas item-item yang ditandai huruf a, b, c, dan seterusnya.

Untuk menjaga mutu reliabilitas dan validitamya, salah satu daf tar instrumen evaluasi di atas sebaiknya ditambah sekitar 10% sampai 20%. Dengan demikian, kemungkinan siswa menebak sekenanya pada saat mengerjakan satu atau dua soal yang terakhir dapat dihindari.

d)       Tes Isian
Alat tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan yang pada bagian-bagian yang memuat istilah atau nama tertentu dikosongkan. Tugas siswa dalam hal ini berpikir untuk menempatkan atau melengkapi kata-kata yang relevan dengan karangan tersebut. Lalu kata-kata itu dituliskan pada titik-titik atau ruang kosong yang terdapat pada badan karangan tadi.

e)       Tes Pelengkapan (Melengkapi)
Cara menyelesaikan tes melengkapi pada dasarnya sama dengan cara menyelesaikan tes isian. Perbedaannya terletak pada kalimat-kalimat yang digunakan sebagai instrumen. Dalam tes melengkapi, kalimat-kalimat yang tersusun dalam bentuk karangan atau cerita pendek, tetapi dalam bentuk kalimat-kalimat yang masing-masing berdiri sendiri.

2)    Bentuk Subyektif
Alat evaluasi yang berbentuk tes subyektif adalah alat pengukur prestasi belajar yang jawabannya tidak dinilai dengan skor atau angka pasti, seperti yang digunakan untuk evaluasi obyektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh para siswa. Instrumen evaluasi mengambil bentuk essay examination, yakni soal ujian mengharuskan siswa siswa menjawab setiap pertanyaan dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas.

Banyak ahli menganggap evaluasi subyektif itu sukar sekali dipercaya reliabilitas dan validitasnya, karena subyektivitas guru penilainya lebih menonjol (Suryabrata,1984). Cdntoh; sebuah esai jawaban yang hari ini diberi nilai 70, mungkin dua minggu yang akan datang, jika diperiksa lagi akan diberi nilai 60 atau 80. Alasan ini konon berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan lebih dari setengah abad yang lalu, antara lain oleh E.W. Tiegs (1939) dan Strach & Elliof (1939).

Namun demikian, menghindari pemakaian tes subyektif (essay test) hanya karena alasan subyektivitas guru adalah suatu tindakan yang berlawanan dengan perkembangan modernisasi pendidikan. Tes esai kini lebih populer di mana-mana khususnya di negara-negara maju, mengingat keunggulannya yang sulit ditandingi terutama oleh instrumen tes B-S dan pilihan berganda yang sering mendorong siWI bermain tebak-tebakan atau "menghitung kancing" itu.

Ada beberapa keunggulan tes esai yang secara implisit diak juga oleh  Suryabrata (1984), yakni bahwa:
·          Tes esai tidak hanya mampu mengungkapkan materi hasi jawaban siswa
·          tetapi juga cara atau jalan yang ditempuh untul memperoleh jawaban itu.
·          Tes esai dapat mendorong siswa untuk berfikir kreatif, kritis,; bebas, mandiri, tetapi tanpa melupakan tanggung jawab.

Mengenai sikap subyektif guru penilai tidak perlu menjadi halangan penggunaan tes ini, sebab seperti objektivitas, subjektivitas juga ada batasnya. Alhasil, persoalan kita sekarang ialah bagaimana kita mencetak guru-guru profesional dalam arti luas dan komprehensif.

Syarat Alat Evaluasi
Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi belajar siswa adalah menyusun alat evaluasi (test instrument) yang sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak menyimpang dari indikator dan jenis prestasi yang diharapkan. Mengenai hal ini dapat Anda lihat dalam Tabe17 yang berisi jenis, indikator, dan cara pengukuran prestasi.

Persyaratan pokok penyusunan alat evaluasi yang baik dalam perspektif psikologi belajar (Thepsychology oflearning) meliputi dua macam, yakni: l) reliabilitas; 2) validitas (Cross, 1974; Barlow,1985; Butler, 1990). Reliabilitas. Secara sederhana, reliabilitas (reliability) berarti hal tahan uji atau dapat dipercaya. Sebuah alat evaluasi dipandang reliabel (reliable) atau tahan uji, apabila memiliki konsistensi atau keajegan hasil. Artinya, apabila alat itu diujikan kepada kelompok siswa pada waktu tertentu menghasilkan prestasi "X", maka prestasi yang sama atau hampir sama dengan "X" itu dapat pula dicapai kelompok siswa tersebut setelah diuji ulang dengan alat yang sama pada waktu lain.

Validitas. Pada prinsipnya, validitas (validity) berarti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat evaluasi dipandang valid (absah) apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Contohnya, apabila sebuah alat evaluasi bertujuan mengukur prestasi belajar matematika, maka item-item (butir-butir soal) dalam alat itu hendaknya hanya direkayasa untuk mengukur kemampuan matematis para siswa. ;Kemampuan-kemampuan iainnya yang tidak relevan, seperti ; kemampuan dalam bidang bahasa dan sebagainya tidak perlu diukur oleh instrumen evaluasi matematika tersebut.



Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon